Ada 2 hal dalam hidup saya yang penting: jagung rebus dan nonton sirkus. Dua-duanya menyita ingin saya, lebih dari pengen jalan-jalan ke walt disney. Semua temen sudaah bete mendengar ini tiap saat. Usaha, beli di pengkolan. Itu tentang jagung rebus. Kenapa lu ga nonton waktu Oriental Circus kemari, sekarang rasain dah. Tunggu kapan-kapan! Itu tentang sirkus. Kenapa saya sangat ingin keduanya, jelas ada alasannya. Pertama karena jagung rebus membuat saya syahdu; buka kulitnya, bersihkan, perhatikan bulir-bulirnya. Keemasan! Gigit rapi-raapi. Kita makan jagung rebus harus teratur. Perbaris. Supaya enak dilihat. Apalagi kalau cewek yang makan.
Tapi saya ga suka jagung bakar walau rasanya bervariasi. Keras, kadaangan berpasir. Warnya juga nyebelin: coklat keitem-iteman. Ogah. Jagung rebus juga enak diolah,jadi seingkat lebih maju rasa dan tampilannya. Di pedesaan di jawa dan sumatra masih gampang ditemukaan mbak-mabak atau ibu-ibu jual jagung rebus yang diserut atau dibulir-bulir, diduk dengan kelapa, ditaburi gula pasir, dihidangkan dalam daun pisang yang dibentuk kerucut. Rasanya? Sensasional dan Indonesia banget! Makannya pagi-pagi. Tapi jangan terlalu pagi.karena bisa sakit perut. Cuma, saya tidak tahu nama penganan tradisional ini. Yang jelas rasanya uenah tenan. Dan benar-benar jagung rebus asli euy...
Beda dengan jagung rebus, sirkus tidak gampang -gampang amat ditemukan. Ga selalu ada sirkus sepanjang tahun, dan ga selalu sirkus yang ada menyediakan atraksi yang saya tunggu-tunggu. Apa atraksi yang ditunggu-tunggu itu ? Seorang badut naik sepeda roda satu! Mungkin mereka makin kekurangan personil. Kita bisa lihat, kelompok sirkus makin langka saja tahun ke tahun. Mereka mungkin beralih profesi menjdi Pegawai Negeri Sipil atau jadi Caleg (boong ding..saya ga tahu pasti kenapa sirkus makin langka saja dan orang makin ga menjadikan sirkus alternatif mata pencarian).
Atau binatang-binatang pada langka, bukan cuma orang-orangnya saja. memberi makan gajah dan harimau makin mahal, tidak berimbang barangkali dengan harga tiket masuk dan ongkos pindah mereka dari satu kota ke kota lain. Mereka mungkin jadinya harus mengalah da;lam hal makanan dengan hewan-hewan mereka. Jika mereka sanggup menahan lapar, hewan-hewan mereka tidak. Bayangkan jiga da sekelompok gajah, sekelompok harimau atau singa, sekelompok beruang madu pada kelaparan. Bisa jadi bukan anggota sirkus saja yang jadi santapan, tapi juga penonton. Yang ini jujur. Pernah terjadi di Turki. Seekor singa memakan (memakan, bukan cuma menerkam) seotang balita yang duduk di deretan VVIP setelah 1 minggu tidak cukup makan tapi dipaksa tampil. Jangankan singa, Dewi Persik pun bisa ngamuk. Jika harus goyang gergaji tapi mata berkunang-kunang. Semakin sulitlah sirkus ditemukan tiap tahun. Apalagi pemerintah kita tidak mempunyai lembaga yang khusus mengurus persirkusan, kelompok-kelompok marjin model begini. Padahal mereka sih meberi label pada budaya lokal kita: hiburan rakyat di pasar malam. Sudah nasib kan, hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dipinggirkan dulu. Dengan alasan orang banyak bisa menunggu, cukup punya kesabaran karena kuantitas besar itu berkualitas dalam urusan nrimo.
Jadilah saya makin ga jelas aja kapan bisa nonton sirkus. Melihat badut bersepeda roda satu. Sambil makan jagung rebus. Andai ada sirkus ada tiap malam, tentu jagung rebus juga ada tiap malam. Karena tiap ada sirkus, juga ada pasar malam, pastinya juga ada yang jualan jagung rebus yang mengepul-ngepul di gerobak kayu ...
Mereka menghabiskan energi dan waktu untuk menjadi perpanjangan aspirasi rakyat. Tapi mereka sendiri tidak tahu apa yg bertunas di masyarakat. Bagiku ini rancu dan tidak lebih dr perjuangan uang. Tidak akan membawa perubahan kecuali eksploitasi derita. Smg ada yg menghentikan ini.
Kalau ingin nonton super sirkus datang lg ke atlantis or my village, nanti klau memungknkan dikenalin dg harimau,ular,burung pliharaan tante-ku...Yg bs ngomong.Hihihi atut
BalasHapus