Jumat, 13 Maret 2009

sedikit tentang atlantis, sehingga tidak bisa tidur

Ada apa ya di atlantis itu ? Sebenarnya saya cuma mau menemukan tempat berlibur yang lain dari yang lain, bisa pergi ke sana bersama-sama teman dan saudara di akhir pekan dengan biaya murah. Ternyata sebulan yang lalu saya mendapatkan 'paksaan' dari seorang teman baru (biar baru teryata dia senenek-moyang dengan saya) untuk berlibur ke kotanya yang kecil, tapi sumpah, orang-orangnya pada ramah-ramah. Yang lebih penting, mereka semua punya mata coklat yang bagus (penasaran kaan,dimana kota itu yang orangnya seperti itu?). Jadilah saya ke sana dengan seorang teman lagi, yang juga ingin berlibur, tracking, setelah bobotnya naik 8 kg. Sore-sore kami berangkat, menggunakan sebuah travel, 4 setengan jam kemudian... eng ing eng. Ga jauh kan, kata teman saya menyambut. kami minum secangkir gingseng setelah 10menit celengak-celenguk lihat kampung orang dengan kagum-kaguman. Maklum, udah lama tidak kemana-mana kecuali ke mal. Lalu mulai berandai-andai besok pagi akan melakukan apa, karena pagi-pagi sekali kami akan memulai perjalanan lumayan capek. ini sih udah capek juga di dalam travel cuma minum air mineral dan nyamil permen mentol. Saya dan teman saya bersemangat. Maklum lagi, disamping jomblo dan haus hiburan, kami juga ga punya maksud lain kecuali bikin hati seneng walau sebenarnya alangkah senang bisa bawa teman dekat. Pacar maksudnya. Karena kalau dibilang teman dekat, kami bertiga cukup dekat berbulan-bulan terakhir dalam mencari tempat berlibur. Maksudnya. kalau bawa pacar, kita merasa komplit aja. Walau ga janji-janji amat. Karena ternyata jomblo-jomblo yang berlibur, ga kalah antusiasnya kok.

Benar sekali. Pagi-pagi kami berangkat ke tempat itu. Tempat yang kalau dilihat di peta persis di tengah-tengah sumatra. Agak ke selatan dikit la. Apa hubungannya dengan atlantis ? Jelas gak ada. Cuma karena tempat itu tidak punya nama, masih perawan banget, kami menamakannya: My Atlantis. Buat anget-angetin teman lain yang kalau bertanya, kemana aja lu kemarin? Jawabnya keren, gue ke atlantis tuh.

Tapi siapa nyana perjalanan itu ga gampang-gampang amat. Baru 15 menit berjalan kaki dengan wajah sumringah, tiba-tiba saja kami disodorkan pendakian tajam, bukit yang kemiringannya 60' yang tidak bisa diarungi dengan sandal gunung. Udah salah alas kaki, salah kostum lagi ! Saya memakai jilbab putih. Dengan wajah tidak menyenangkan, teman saya bilang. Udah tau ke dalam utan, kenapa nduk jilbablu putih?. Saya mulai merasa ini liburan yang bukan cuma murah, tapi juga saya ga nahan fasilitas yang diberikannya. Bukit berkemiringan 60' ini seakan-akan ga kelar-kelar didaki. Saya mulai frustrasi karena sibuk menyeimbangkan kaki dan harga diri. Karena sebelum ke sana saya dengan pedenya bilang, aaah. Sanggup aje. wuaah... boong banget. Mau nangis, malu. Karena saya yang paling tua diantara teman-teman saya.

Akhirnya, supaya tetap berselera dengan keadaan yang ada, saya menyanyikan lagu fave saya : mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir jernih ke samudra. Bersama teman bertualang...

UPS!
Akhirnya pendakian berat itu berganti, man. Dengan medan datar yang indaah. Ada bunyi air sungai. wah, kebetulan banget. Di samping gerah saya juga kehauasan. Kata teman saya, kami bisa minum airnya langsung. Rasanya... kayak iklan air mineral itu. Benar-benar dari mata air terlindung. Sungai itu belum ada nama lagi. Lalu saya bilang, mhm.. namanya golden river. Karena batu-batunya yang keemasan berpendar bagai logam mulia kena sinar matahari. Sungainya cuma selutut saya yang bantet ini sih. Tapi deras. (dikemudian hari sungai ini nyaris menghanyutkan foam wajah saya ketika mandi pagi. Ketika saya mengubernya cukup jauh dari tenda kami, saya merinding... karena melihat sesuatu di balik dedaunan).

Kami istirahat sejenak, di pinggir golden river. Saya melihat kiri-kanan. Wuah... kereeeen. Tempat ini emang luar biasa, ga bisa dibilang biasa. Apalagi biasa-biasa saja. Saya gak berani bohong, karena jika kalian juga ikutan kesana saat itu, yang kalian lakukan pasti nganga-nganga kayak saya dengan perasaan bangga karena jadi orang pertama yang ke sana.

Supaya keterkaguman itu bertambah-tambah, teman saya menyarankan kami jalan lagi. Karena ada kejutan selanjutnya. Saya bilang, apa kita akan menemukan sebuah istana dari emas ? Dengan senyum-senyum misteri, teman saya bilang. Itu akan lebih hebat lagi. Wah, saya nervous. Karena seumur-umur ga pernah ke istana langsung. Ke istana negara sampai pagar. Ke istana pagaruyung, sampai pagar. Kalau ini bisa masuk ?

Kami berjalan lagi. berjalan kok.... Tiba-tiba, makin menurun terjal aja neh bukit? Benar. Penurunan yang gila-gilaan. Meluncur..... Akhirnya saya udah ga tahan lagi. Apalagi yang bisa dilakukan cewek kalu mangkel dan capek. menangis. Maaaam, i wanna home!
Dengan entengnya, teman saya sibuk merekam kejadian yang paling saya sebelin seumur idup saya ini. Ketika kaki kram, terluka, berdarah banyak, dia bilang.. wah,perlu direkam nih, supaya pada tau perjalanan kita emang gak gampang. Ember.

Begitulah. Dari pendakian ke peluncuran. Akhirnya kami sampai ke pintu istana. Disebut pintu karena memang dia jalan masuk ke istana itu. Jalan masuk yang.... tertutup sama sekali! Dengan wajah setengah kecewa setengah sedih, saya memandang pintu itu. Sebuah cekungan gua yang berkelelawar pula, terletak di ketinggian 5meter dari tanah. Jadi harus pakai tangga memasukinya. Dengan penuh harap saya berbisik sendiri, aaah... my atlantis....

(setelah pulang ke rumah, saya dipanggil bos. Karena minggat satu hari dari jadwal izin libur saya. Sampai sekarang saya masih sangat ingin ke sana, karena seringkali tidak bisa tidur memikirkan tempat itu.)