Minggu, 25 Juli 2010

THE HAVE NOT HAVE NO RIGHT

suatu siang, anak lelaki tanggung menerobos pagar dan garasi, masuk ruang keluarga kami yang biasanya tidak terkunci. Dia leluasa menjelajah sampai ke ruang makan, hingga terpergok kucing kami yang mengenalnya sebagai orang asing dan membuat kucing ini marah. Saya keluar kamar dan menyadari bahwa anak lelaki ini berada di tempat yang salah,dan otomatis menahan dua tangannya. Dia mungkin maling kecil yang tak terlatih,dan saya adalah tuan rumah yang kebanyakan menonton berita kriminil,tapi juga amat ceroboh dg amat dekat dengan orang asing yang menerobos. Bukankah bisa saja dia melukai saya ?

Tapi dia gemetar, mungkin memang belum banyak berbuat dosa.
"Apa kamu sudah minta izin untuk masuk? saya kira belum",tegur saya.
"Saya haus,mau minum",katanya gugup.
"Kamu bohong,siapa yang suruh kamu masuk?",kejar saya.

Dia tidak mampu menjawab. Menatap saya memohon pengampunan. Saya, bukan orang yang cepat memaafkan. Tapi saya tidak sanggup kalau hati saya tersentuh. Tahu saya 2 menit lagi akan luluh dan membebaskan anak ini begitu saja, adik saya berkata, "cece,dia orang asing. masuk tanpa izin. dia bukan anak sekitar sini. bisa saja dia suruhan orang lain untuk mengamati rumah kita? dia sampai ke belakang,kan?"
Adik saya punya argumen masuk akal. Akhirnya kami memutuskan membawa ke pos pemuda di depan, sbg warning bahwa di kampung kami tlh ada orang asing berkeliaran. Anak ini juga unik, dia berbahasa Indonesia dialeg jakarta, kulitnya putih, bkn kotor dan coklat spt anak jalanan, dan spt amat tertekan. Dia hanya mau menjawab pertanyaan saya, sementara kata2 keras adik saya membuat dia frustrasi. saya berkesimpulan,anak ini baru di Padang.

Di pos pemuda, peristiwa ini menjadi panas. Dia semakin tdk mau menjawab, dan keterangan2 ulangan dari saya,bukan dr mulutnya,amat menjengkelkan abang2 di kampung saya. akhirnya, plak! sebuah tamparan. plak ! sebuah tendangan. dia menjadi bulan2an. saya jadi kebingungan,krn sy tdk tega.

akhirnya saya jadi bunda theresa,melindunginya dr pukulan lanjutan.
saya akhirnya yg memutuskan, anak ini dilepas atau tidak.
"kalau nanti anak ini lapor ke bos besarnya,kalo ada apa2 kemalingan,kakak yang membiarkan lho,kak" kata salah 1 pemuda.

saya menatap anak ini,yg kesakitan dan menangis mhn pengampunan.

saya lakukan lagi sebuah kenaifan dlm hidup. saya biarkan dia pergi... begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mereka menghabiskan energi dan waktu untuk menjadi perpanjangan aspirasi rakyat. Tapi mereka sendiri tidak tahu apa yg bertunas di masyarakat. Bagiku ini rancu dan tidak lebih dr perjuangan uang. Tidak akan membawa perubahan kecuali eksploitasi derita. Smg ada yg menghentikan ini.