Minggu, 25 Juli 2010

Nasib dan Ketidakadilan (Cerita IV)

Sang petualang menceritakan ini :

"Ketika pertanyaan tentang adil dan tidak adilnya perlakuan pemimpin kepada tiap orang-orang, selayaknya semua orang bersama-sama memikirkannya 1 arah. Fikiran tiap-tiap orang dalam sebuah negeri adalah bentuk kepuasan atau keputusasaan terhadap pemimpinnya.
Pemimpin adalah Raja fikiran orang banyak, pun dia juga nurani orang banyak. ketika fikiran tidak menjawab hati, hati tidak puas pada fikiran, apakah bukan hal aneh orang-orang bergumam hari ke hari, selanjutnya berteriak di tengah keramaian ?
Keadilan bukan timbangan di kiri kanan tangan pemimpin."

Suatu hari aku sampai pada halaman sebuah rumah, cerita sang petualang.
Didalamnya seorang ibu yang kellahan membersihkan alat-alat memasak dan tangannya melepuh karena terlalu banyak bekerja.Di punggungnya, bayinya yang tak bisa tenang mnuntut perhatiannya dengan tangisan-tangisan yang meresahkan hati.

"Apakah anakmu cukup makanan?," tanyaku.
"Bahkan aku tidak bisa menyusuinya karena aku terlaly letih dan tidak sehat," jawab si ibu.
"Apakah suamimu tidak memmikirkan ini?"

(anak-anaknya yang lain berkeliaran di halaman seperti ayam-ayamnya. Laki-laki yang paling besar belum cukup besar untuk diandalkan. Anak-anak perempuannya cukup banyak, tapi menypu terasnya pun mereka belum bisa)

Si ibu menatapku.
"kenapa kau bertanya pertanyaan yang tidak memerlukan jawabanku ?"
Aku tidak tahu itu dia yang mengeluh, dia yang mengadu atau menggugat.

(Ibu itu sebenarnya masih muda.dia cantik tapi terlalu miskin. Kemudaan yang segar terengut sia-sia oleh -- enatah nasib, atau apa yang diberi Raja kepadanya).

Si ibu menjawab tanyaku,
"Perang engkau lahirkan, sementara aku melahirkan kehidupan.
Perang engkau hidupkan, sementara aku menghidupkan kesempatan.
Kau ambil pengayoman dari kedua tanganku. Llau kau paksa suamiku meninggalkan penderitaan-penderitaan dari janjinya kepada Raja dan negara.
Bagian mana yang bisa kuyakini sebagai nasibku dan cintaku pada negeri ?"

--bendera putih di halaman--

wandha chandrawati, 19 nov 09
12 cerita kepada Sang Petualang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mereka menghabiskan energi dan waktu untuk menjadi perpanjangan aspirasi rakyat. Tapi mereka sendiri tidak tahu apa yg bertunas di masyarakat. Bagiku ini rancu dan tidak lebih dr perjuangan uang. Tidak akan membawa perubahan kecuali eksploitasi derita. Smg ada yg menghentikan ini.