Minggu, 25 Juli 2010

Tempat Duduk Bagi Pria I ( Cerita V )

Dalam perjalanan sprituil yang belum berhenti, Sang Petualang adalah saksi untuk tiap generasi yang berbeda.
Dia menyaksikan, selalu hadir mencatat bagian-bagian yang tercecer dari perubahan. Tapi juga kadang bisa terlupakan begitu saja.

"Bertahun-tahun yang tidak mudah aku belajar menganyam tikar untuk dudukku," kata pendeta.
"Aku menghayati tiap apa yang tanganku lakukan. Awalnya aku sering keliru tapi aku belajar melatih diri, karena tikar itu penting untuk mengahangatkan diriku di musim-musim dingin.
Aku berhasil lewat kesalahan-kesalahan, mustahil aku berhasil jika anyaman-anyamanku tidak kait-mengait dan itu kulakukan lewat pengalaman-pengalam dari kesalahan, juga didikan guruku" Pendeta menepuk-nepuk tikar anyamannya dengan tersenyum.

"Apakah dirimu pun punya tempat duduk yang nyaman ?",tanya Pendeta kepada Sang Petualang.

"Kurasa tempat dudukku di bawah pohon. Itu rumput yang lembab di pagi hari, dan mengeras di sore hari'" jawab Sang Petualang.

"Apakah tempat duduk itu milikmu, atau telah menjadi bagianmu, agar kelak kau duduk di sana kapan saja tanpa seorang pun memintamu pergi dari bawah pohon ?"

"Tidak. Tentunya tidak. Bawah pohon bukan milikku. Milik siapapun yang lewat dan butuh istirahat, mereka duduk di tempat itu."

"Menurutmu apakah seorang pria sepertimu dan aku harus memiliki tempat duduk yang bukan disinggahi oleh siapa saja --itu tempatmu sendiri ?"

Sang Petulang tidak diperlukan jawabannya. Pendeta mebacakan catatannya :

"Ketika engkau menghendaki kemegahanmu sendiri-- bukan kemegahan milik Raja dan Ksatria-- kemegahan itu tereletak dari tempat duduk yang kau anyam dengan kedua tanganmu ini, sampai akhirnya kau bijaksana.
Karena engkau pria, seperti inilah engkau dikehendaki."

(Terimakasih buat Gin untuk percakapan ini).

wandha chandrawati, 22 nov 09
12 Cerita kepada Sang Petualang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mereka menghabiskan energi dan waktu untuk menjadi perpanjangan aspirasi rakyat. Tapi mereka sendiri tidak tahu apa yg bertunas di masyarakat. Bagiku ini rancu dan tidak lebih dr perjuangan uang. Tidak akan membawa perubahan kecuali eksploitasi derita. Smg ada yg menghentikan ini.