Tempat Duduk Bagi Pria 2 ( Cerita VI )

Membangun sebuah kemegahan --bukan kemegahan Sang Raja atau Ksatria-- tapi kemegahannya miliknya sendiri, adalah sebuah keharusan bagi pria manapun, seperti apapun dia telah dibesarkan dan bagaimanapun dia memilih menjalani hidup ini.

Ketika seorang pria menafikan kemegahan dengan alasan bahwa itu adalah kesombongan terhadap keberadaannya, perlu diketahui apa yang dikenal dari seorang pria memang kemegahan dirinya. Karena seorang perempuan memerlukan istana yang bisa melindunginya dari kejahatan-kejahatan luar dan ketidaknyamanan hidup, yang mustahil bisa diperoleh jika sebuah istana bagai istana pasir di pinggir pantai.

Kemegahan seorang pria terukur dari bagaimana dia menguatkan pemikirannya lewat alasan-alasannya, sehingga ahirlah prinsip yang bisa disebut dan dikenal sebagai dirinya.

Kemegahan seorang pria terlihat dari dia memilih tempat duduknya diantara banyak tempat duduk menapun, walaupun dia menganyam tikarnya sederhana, tapi cara dia menghormati apa yang telah dikerjakan kedua tangannya lewat pengalaman-pengalaman dari kesalahan-kesalahan adalah bukti dia bisa diandalkan.

Kemegahan seorang pria terlebih-lebih terlihat ketika dia membuat janji, ketika dia mau menepati apa yang telah jadi ikrar terhadap dirinya, seperti itu pula dia dapat dipercaya.

"Anak lelakiku telah tumbuh sebagai pria kecil yang menunjukkan dia mempunyai kemegahan lebih baik dari Raja manapun dan Ksatria manapun yang pernah diceritakan.
Pria kecil ini telah mengenggam dunia di tangannya karena ketulusan di hatinya tumbuh sama kuat dengan fikirannya yang jernih.
Kemegahan adalah pancaran dari matanya dan itu telah menjadi berkat sejak dia dilahirkan ', kata seorang ibu kepada Sang Petualang yang mencatatnya untuk tetap diingat.

Untuk tetap diingat.