Setelah seminggu tidak mengabari saya, tiba-tiba teman saya yang di jakarta itu sms, apa kabar esti? Saya males banget sih... karena sabtu kemarin saya udah stress di kantor (tiap hari juga gitu,jadi sebenarnya bukan alasan) karena Cece Linda -akunting pusat di Bogor- datang ke kantor cabang. Dia ga marah-marah sih, malah duduk di depan meja saya menanyai berapa wilayah penagihan dan jumlah konsumen yang saya pegang. Saya males sama teman saya itu karena tidak ada kabar berita, kabar derita kek, setelah kemarin mengkritik saya keras akan pandangan-pandangan saya tentang metafisika.
Maksud hati mau membalas, pikir punya pikir, sekarang teman saya lagi pedekate dengan dia. Ya dah, daripada nanti bikin kacau usaha teman saya, dan yang ini juga teman, saya balas sms dia. Kabar baik dunk.. jawab saya (padahal ga). Jadilah sms yang sambung menyambung. Ternyata teman saya yang di jakarta itu mau meyakinkan diri, apakah dia sekarang ini tepat ga 'nembak' cewek yang udah bertahun dia kenal, sebelum cewek itu berangkat ke Belanda lanjutin study lagi. Mhm... kontan saya grggghhh! gimana gak, coba. Baru sehari yang lalu teman saya yang pedekate ma dia bilang, aku tuh mau jadian ama XY(simbol gen cowok yang akan selalu saya pakai dalam tulisan saya agar ga perlu nyebutin nama yaa), tapi aku diminta 30 hari meyakinkan dia.
Saya: 30 hari ?
Teman cewek saya: kalu bisa dalam waktu segitu aku mampu yakinin dia, kita jadian.
Saya: hebat banget XY dunk. Seakan-akan lu yang nguber neh..
Teman cewek saya: namanya usaha, cowok 1 : 5
Saya: kurasa diantara 10 yang kukenal, 6nya cowok deh
Teman cewek saya: yaah.. itu kan elu..
Saya: jangan memelas. aku ga suka cara dia kasi harapan begitu. Cowok ibarat bulu ketek, di cabut satu, tumbuh seribu, itu kata adikku vin.
Teman cewek saya : aku pan cinta ma dia...
Zuing..zuingg.. lagi. ZINTA LAGI.
Saya puanas hati sama XY. Pengennya bilang, lu bener-bener dong, ngasi peluang ama temen gue tapi usaha ama yang lain... Tapi akhirnya saya berfikir, dia berhak mendapatkan yang terbaik untuk dirinya diantara banyak perempuan yang dia kenal. itu pandangan umum laki-laki dalam mencari pendamping hidup, bakal istri. Dan teman saya juga harus berjuang -jika benar perbandingan 1:5 itu- untuk mendapatkan makhluk langka akhir zaman yang mulai menyusut populasinya itu : laki-laki.
Jadi dengan menepiskan mangkel ke teman saya yang di jakarta itu, saya bilang: lu boleh usaha meyakinkan dia sebelum ke Belanda apakah hubungan kalian ini punya peluang lebih. Dan untuk meyakinkan teman gue, bahwa perjuangannya yang tumpang tindih dengan egolu itu juga layak untuk mendapatkan kesempatan.
Saya mencoba memahami pemikiran laki-laki akan ini.
Rasanya tidak adil buat kaum saya -yang percaya jumlah cowok yang menipis ini bikin kita-kita perempuan jangan belagu deh- karena kami akhirnya mengikuti kehendak laki-laki yang dengan belagu menekankan : Usaha dung lu, layak ga layak ntar gue nilai, siapa yang akan jadi pendamping gue!
Dunia terbalik kan. Seharusnya kan yang bilang gitu perempuan. Tapi daripada berdebat adil ga adil -kata teman saya yang berprofesi sebagai fotografer, keadilan itu adanya di padang masyhar- saya memandang persoalan ini dengan kebaikan hati saya diantara iri hati saya pada kenyataan dunia yang membela kehendak dan ego laki-laki. Bahwa, dunia ini diciptakan untuk makhluk yang ukuran tubuhnya lebih besar dari saya dan makannya lebih banyak dari saya itu. Makhluk yang mendominasi dunia pekerjaan, yang mendominasi dunia pesilatan, yang mendominasi dunia percintaan. Saya bukan lagi marah, tapi saya lagi mencoba memahami. Karena sudah tidak ada kemarahan lagi bagi seorang perempuan dewasa pekerja yang selalu gagal mendapatkan tambatan hati... hiks.
Sekarang saya berharap bahwa laki-laki dan perempuan itu seperti yang Nabi saya harapkan. Membangun masyarakat yang sehat dalam lingkungan timbal-balik relationship yang sehat juga. Saya kira, membina hubungan persahabatan itu jangan diaduk dengan percintaan. Saya setuju pendapat teman saya dorin muthoif di jogja, jodoh itu udah ada aturan mainnya dalam kitab suci. Saya bukannya udah ga laku maka berpandangan religius gini, tapi setelah pikir-pikir lama ternyata itu juga yang ideal dan bebas sakit hatinya. Mengingat konsep pacaran yang saya dulu saya praktekin ga cocok dengan diri saya, saya kayaknya layak juga mencoba alternatif pandangan lain tentang relationship ini,
Bulan depan saya ulang tahun yang ke... tiiiit..(maaf,alat sensor informasinya saya aktifkan tentang umur ini), saya belum juga punya tanda-tanda akan menikah (mungkin benar kali yaa jumlah cowok yang menipis ini yang menyebabkan). Tapi saya ga secemas itu banget. Saya mencoba menikmati hidup dengan kadang menangis, kadang kecewa, kadang stress, dan mencoba mengimbanginya dengan selalu ada untuk siapa saja yang memerlukan saya. ciee...
Belajar baik hati ketika pendapat dan pemikiran orang menjengkelkan saya. Belajar iri hati jika terima undangan pernikahan. Dengan gitu saya masih bersemangat. Jika ada cowok yang kirim tanggapan, saya akan manis-manis nanggepin. Getho....
Mereka menghabiskan energi dan waktu untuk menjadi perpanjangan aspirasi rakyat. Tapi mereka sendiri tidak tahu apa yg bertunas di masyarakat. Bagiku ini rancu dan tidak lebih dr perjuangan uang. Tidak akan membawa perubahan kecuali eksploitasi derita. Smg ada yg menghentikan ini.
ooo begono.. sabar ya dik, jodoh di tangan Tuhan, usaha di tangan kita... Selamat menjemput ultah yang ke ..... tiiit... semoga di sisa umurmu kamu lebih berhagia, ketemu jodohmu, disayang papi-mami, kakak-adik, handai tolan dan juga suamimu kelak. Amin
BalasHapusKadang kita memang harus realistis menghadapi kenyataan akhir zaman. Ingat pada diri XY juga ada unsur XX-nya, yang mewujud pada rasa kasih-sayang dan pemeliharaan (ada aspek feminin/jamaliyahnya). Jadi perempuan/laki-laki di mata Tuhan sama aja kok. Cuma kadang beda peran dan tanggung jawabnya aja.
Tanggaknya kok 14 Maret sih (mundur) 4 bulan.
BalasHapus